JBK, BANDAR LAMPUNG —Manajemen PTPN I Regional 7 melalui Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum, Agus Faroni, Hendra Kadiv HO PTPN serta orang nomor satu Direktur Holding PTPN Abdul Gani, memilih bungkam ketika di konfirmasi jabanus.com soal permasalahan hukum Trigun, dalam penetapan Kadar Karet Kering (K3) yang merugikan perusahaan PTPN VII sekarang PTPN 1 Regional 7. Trigun diwajibkan membayar ganti rugi kepada perusahaan negara sebesar Rp 3.185.998.275,00.
Ketidak profesional manajemen ini menandakan ada dugaan sosok hebat dibelakang Trigun.
Diketahui Lembaga Swadaya Masyarakat
Cerdas Akurat Kreati Rasional Aktual (CAKRA), Afitriansyah.A.Z
mendesak Menteri BUMN Erick Tohir untuk melakukan evaluasi kepada jajaran manajemen PTPN 1 Regional 7, terkait permasalahan hukum Trigun.
Atas kejadian itu, informasi yang ia dapat adanya dugaan aroma yang janggal. CAKRA menduga, Trigun saat ini belum juga dilakukan pemberhentian atas putusan pengadilan tersebut yang merugikan perusahaan BUMN.
Afit sapaan akrab Afitriansyah.A.Z, melihat saat ini PTPN 1 Regional 7 belum ada sikap atas putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang dimana telah mengeluarkan putusan terkait kasus yang melibatkan PTPN VII, yang mengalami kerugian mencapai Rp 3,18 miliar akibat kelalaian karyawan, Trigun, dihukum untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan negara tersebut sebesar Rp 3.185.998.275,00.
“Jangan-jangan apa ini melibatkan orang besar. Jadi kita harapkan Menteri BUMN Erick Tohir untuk turun tangan. Apalagi sosok Erick Tohir ini merupakan darah putra Lampung anak Gunung Sugih Lampung Tengah Kalau ini tidak ada titik terang, artinya jadi tanya, sudah ada putusan pengadilan, namun sosok Trigun belum ada kepastian dan masih berkerja,” tegas Afit, Jumat (12/04/2025).
Tentu hal ini memunculkan pertanyaan publik terkait langkah tegas perusahaan terhadap pelaku pelanggaran yang merugikan negara.
Kasus ini juga mencuatkan dugaan penyalahgunaan wewenang di tubuh PTPN VII, dengan melibatkan oknum-oknum pimpinan perusahaan.
Menurut informasi, kasus ini bermula saat PTPN VII menemukan adanya ketidaksesuaian dalam penetapan kadar karet kering oleh Trigun, yang tidak sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP) perusahaan, yang mengakibatkan kerugian finansial. Pengadilan menyatakan bahwa perbuatan Trigun merupakan pelanggaran hukum yang merugikan perusahaan.
Selain itu, dalam sidang yang berlangsung pada 2 November 2023, pengadilan mengakui sejumlah bukti yang diajukan oleh pihak penggugat, namun menolak beberapa dokumen yang dianggap tidak relevan. Termasuk dalam bukti yang diterima adalah Surat Nomor: SDM/I/RHS/014/2021 tertanggal 7 Januari 2021 yang berisi peringatan ketiga kepada Trigun, yang dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum. (TIM)
